Liputan6.com, Jakarta – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kembali mendapatkan Opini Wajar (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan BPKH Tahun 2022 berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Diketahui, ini merupakan kali kelima berturut-turut sejak BPKH menyusun laporan keuangan tahun 2018.
“Tahun 2022 juga merupakan tahun pertama BPKH menyusun laporan keuangan konsolidasi dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai anak perusahaan,” kata Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah saat konferensi pers di Jakarta, dikutip Selasa (25/7/2023).
Fadlul mengatakan Opini WTP atas laporan keuangan BPKH sangat penting sebagai bukti akuntabilitas pengelolaan dana haji. Menurutnya, Opini WTP merupakan bukti BPKH dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana haji secara prudent.
“Opini WTP juga merupakan bukti bahwa dana haji telah dikelola secara profesional, cermat, transparan, dan akuntabel. Selain itu, Opini WTP kelima ini menunjukkan bahwa pengelolaan dana haji aman dan likuid sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Fadlul.
Fadlul berkeyakinan bahwa pengelolaan dana haji secara konsisten dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat dimana hasilnya berupa manfaat yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan haji itu sendiri setiap tahunnya.
“Laporan keuangan BPKH terdiri dari neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan kekayaan bersih dan laporan realisasi anggaran,” jelasnya.
Fadlul mengungkapkan, posisi dana haji yang dikelola BPKH hingga Desember 2022 naik 4,88% atau menjadi Rp166,54 triliun dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp158,79 triliun. Sedangkan dari sisi nilai manfaat, BPKH telah mencatatkan nilai manfaat sebesar Rp10,18 T pada tahun 2022.
“Nilai tersebut telah melampaui target nilai manfaat yang ditetapkan pada tahun 2022 yaitu Rp9,07 triliun dengan capaian 112,26%. Nilai manfaat ini akan digunakan untuk mendukung pelaksanaan ibadah haji dan penyaluran virtual account bagi jemaah yang menunggu,” ujarnya.
Fadlul melanjutkan, dana haji aman yang dikelola BPKH dapat dilihat dari Rasio Solvabilitas wajib dan Rasio Likuiditas. Rasio Solvabilitas atau disebut juga rasio leverage adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan BPKH dalam melunasi utang dan seluruh kewajibannya dengan menggunakan jaminan atas kekayaan dan kekayaan bersih (kekayaan dalam bentuk apapun) yang dimiliki dalam jangka panjang dan jangka pendek. Rasio Solvabilitas BPKH dari tahun 2021 hingga 2022 terus tumbuh, dari 100,34% menjadi 100,76%.
Kemudian, lanjut Fadlul, rasio likuiditas yang dibutuhkan adalah kemampuan BPKH untuk menyediakan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun berjalan. Berdasarkan amanat UU No. 34 Tahun 2014, BPKH wajib memelihara minimal 2x BPIH.
“Dalam realisasinya, pada tahun 2022 rasio likuiditas wajib dipertahankan sebesar 2,22x BPIH. Rasio likuiditas wajib sebesar 2,22x berarti BPKH telah menyiapkan dana untuk penyelenggaraan ibadah haji lebih dari 2 kali haji,” jelasnya.
https://www.liputan6.com/islami/read/5353541/wtp-5-kali-beruntun-bpkh-tegaskan-konsistensi-jaga-laporan-keuangan-haji”>Source link